Faktor yang Mempengaruhi Harga Emas – Dalam jangka panjang, harga emas cenderung naik, namun seperti komoditas lainnya, emas relatif cenderung berfluktuasi. Apa pengaruhnya terhadap pergerakan harga emas? Berikut kami rangkum untuk Anda.

Pergerakan Nilai Tukar

Terutama pergerakan dolar AS karena harga emas global umumnya dinyatakan dalam dolar AS kemudian dikonversi ke Rupiah. Saat rupiah melemah seperti hari ini di Rp. 15.500, harga emas dalam negeri juga akan terangkat. Emas dan dolar AS memiliki hubungan negatif alias berlawanan arah. Saat dolar AS menguat, harga emas cenderung turun. Sebaliknya, jika dolar melemah maka masyarakat akan berbondong-bondong berburu emas sehingga menyebabkan permintaan emas melonjak dan mendongkrak harga.

Permintaan dan Penawaran

Sama seperti komoditas lainnya, harga emas juga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan. Semakin tinggi permintaan dibandingkan pasokan, maka semakin tinggi pula harganya. Permintaan emas global biasanya didorong oleh kebutuhan perhiasan, cadangan bank sentral, investasi emas (emas batangan) dan kebutuhan industri, misalnya medis, elektronik, otomotif, dll. Saat ini konsumen emas global terbesar adalah Tiongkok dan India. Masyarakat India dikenal sangat menyukai emas dan ketika memasuki musim perayaan (musim pernikahan), nilai impor emas pun meningkat.

Baca juga: Kebal Inflasi, Ini Dua Strategi Investasi Emas

Sementara dari sisi pasokan, keberadaan emas di alam sangat terbatas. Beruntungnya, Indonesia merupakan salah satu penghasil emas terbesar di dunia, tak lain adalah pegunungan Grassberg di Papua.

Suku Bunga Referensi Bank Sentral AS

Sama seperti dolar, emas juga memiliki korelasi negatif dengan suku bunga perbankan, khususnya suku bunga bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, atau lebih dikenal dengan The Fed. Ketika The Fed menaikkan suku bunga, emas kehilangan daya tariknya terhadap dolar AS dan masyarakat beralih ke obligasi, atau instrumen serupa lainnya yang memberikan imbal hasil lebih tinggi. Saat ini hampir seluruh bank sentral di dunia menaikkan suku bunga acuannya, termasuk Bank Indonesia, dengan tujuan mengendalikan inflasi.

Inflasi

Ketika harga suatu barang naik, nilai tukarnya turun. Misalnya beberapa tahun lalu harga mie instan berkisar Rp. 1.000 per bungkus, namun kini harganya naik menjadi Rp. 3.000 per bungkus, sehingga masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam. Itu hanya mie instan, kan?

Namun berbeda dengan emas yang harganya terus naik sehingga emas disebut anti inflasi. Alasan ini menyebabkan masyarakat menyimpan sebagian asetnya dalam bentuk emas guna “melindungi” daya beli.

Saat ini inflasi menjadi perhatian global yang biasanya berkisar antara 2% hingga 3%, namun kini melonjak hingga 8% hingga 10%, bahkan ada yang mencapai 80%. AS sendiri dikabarkan mencapai rekor inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

Ketidakpastian global

Misalnya saja saat pandemi Covid-19 terjadi dua tahun lalu atau invasi Rusia ke Ukraina kemarin. Populasi global khawatir akan potensi perang dunia dan gangguan pasokan. Kondisi tersebut mendorong harga emas menembus USD 2.000/oz pada Maret 2022.

Kekhawatiran akan resesi, ketidakstabilan keamanan, stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan permintaan dan harga emas karena emas secara historis menunjukkan kekuatan sebagai aset safe-haven. Jadi tidak ada alasan untuk menunda investasi emas. Selain bersifat likuid, emas memiliki nilai jangka panjang yang terus meningkat. Mulailah mengalokasikan sebagian anggaran investasi Anda untuk emas.